Kajian, Analisis, dan Evaluasi Pemantauan Pelaksanaan UU


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-kajian.phtml on line 66
Analisis dan Evaluasi Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial / 01-09-2020

Selama berlakunya UU PPHI sejak tahun 2004, Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI menemukan permasalahan utama dan mendasar terkait dengan pelaksanaan UU PPHI antara lain:

A. Isu Utama
Dalam pelaksanaannya terdapat beberapa permasalahan dan hambatan yang dianalisis melalui pembagian 5 aspek yaitu Aspek Substansi Hukum, Aspek Struktur Hukum/Kelembagaan, Aspek Sarana dan Prasarana, Aspek Pendanaan dan Aspek Budaya Hukum.

B. Putusan MK
1. Putusan Perkara Nomor 68/PUU-XIII/2015:
a. Frasa "anjuran tertulis" dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a UU PPHI bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka mediator mengeluarkan anjuran tertulis dalam bentuk risalah penyelesaian melalui mediasi."
b. Frasa "anjuran tertulis" dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a UU PPHI bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi, maka konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis dalam bentuk risalah penyelesaian melalui konsiliasi.
2. Putusan Perkara Nomor 114/PUU-XIII/2015:
Pasal 82 UU PPHI sepanjang anak kalimat "Pasal 159" bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
3. Putusan Perkara Nomor 49/PUU-XIV/2016:
Pasal 67 ayat (2) UU PPHI bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "Masa tugas Hakim Ad-Hoc adalah untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali setiap 5 (lima) tahun yang diusulkan oleh Ketua Mahkamah Agung dengan terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari lembaga pengusul yang prosesnya sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku."

C. Prolegnas
RUU tentang Perubahan UU PPHI masuk dalam daftar Prolegnas Tahun 2020-2024 Nomor 80 yang diusulkan oleh DPR.

Provinsi Jawa Timur, Provinsi Bali, Provinsi Banten, dan Provinsi Kepulauan Riau

Pelaksanaan UU PPHI dalam kurun waktu 16 tahun terdapat permasalahan dalam mplementasinya, antara lain:

1.Aspek Substansi Hukum
a. Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2 terkait definisi “Perselisihan Hubungan Industrial” dan frasa “Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam Satu Perusahaan”.
b. Pasal 3 terkait musyawarah bipartit belum efektif.
c. Pasal 8 terkait frasa “kabupaten/kota” membuat terbatasnya wilayah kerja mediator.
d. Pasal 15 terkait jangka waktu 30 hari mediasi belum efektif.
e. Pasal 98 ayat (1) terkait frasa “kepentingan mendesak” menimbulkan multitafsir.
f. Pasal 7, Pasal 13, Pasal 23, dan Pasal 44 terkait Perjanjian Bersama tidak dibarengi dengan pengaturan sita eksekusi.
g. Pasal 58 terkait biaya yang belum sejalan dengan asas peradilan yang murah.
h. Tidak adanya pengaturan mengenai Asas PPHI yang jelas.
i. Pasal 13 ayat (2) huruf a, Pasal 23 ayat (2) huruf a, Pasal 14 ayat (1), Pasal 24 ayat (1), dan Pasal 117 ayat (1) terkait frasa “anjuran tertulis” dalam Putusan MK Nomor 68/PUU-XIII/2015 dimaknai bersyarat.

2. Aspek Kelembagaan/Struktur Hukum
a. Pemasalahan koordinasi antar mediator dalam mekanisme mediasi.
b. Permasalahan koordinasi pengawasan ketenagakerjaan dalam PPHI.
c. Kewenangan Konsiliator dan Arbiter tidak dapat dilaksanakan secara efektif.
d. Pasal 1 angka 19 dan Pasal 67 ayat (1) terkait proses pengangkatan dan pemberhentian yang berpotensi mengurangi independensi Hakim Ad-Hoc.
e. Keterbatasan jumlah dan kualitas mediator.
f. Pasal 116 - Pasal 121 terkait sanksi administratif yang tidak efektif.
g. Pasal 122 terkait sanksi pidana yang sulit dilaksanakan.

3.. Aspek Sarana dan Prasarana
Pengadilan Hubungan Industri yang hanya dibentuk di ibukota provinsi dan kabupaten/kota yang padat industri seringkali bermasalah dalam jarak antara tempat tinggal pekerja/buruh atau perusahaan, dan keberadaan PHI di kabupaten/kota masih sangat minim dan hanya terletak pada wilayah padat industri.

4. Aspek Pendanaan
a. Pasal 11 ayat (2) dan Pasal 21 ayat (2) terkait efektivitas penggantian biaya saksi atau saksi ahli.
b. Pasal 58 terkait biaya berperkara di PHI menimbulkan beban yang lebih berat khususnya pada pekerja/buruh.

5. Aspek Budaya Hukum
a. Keterlibatan saksi dan saksi ahli masih sangat minim.
b. Kompetensi penegak hukum belum optimal.
c. Masih banyak para pihak yang tidak melaksanakan hasil kesepakatan dari Perjanjian Bersama.

Berdasarkan hasil kajian dan evaluasi UU PPHI Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI merekomendasikan sebagai berikut:

1. Aspek Substansi Hukum
a. Mengubah Pasal 1 angka 1, Pasal 2, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 13, Pasal 14 ayat (1), Pasal 15, Pasal 23, Pasal 24 ayat (1), Pasal 44, Pasal 67 ayat (1) huruf f, Pasal 58, dan Pasal 117 UU PPHI.
b. Penambahan pengaturan terkait jangka waktu pelaksanaan perundingan bipartit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UU PPHI.
c. Penambahan pengaturan mengenai maksud dari kepentingan mendesak sebagaimana diatur dalam Pasal 98 ayat (1) UU PPHI.
d. Penambahan pengaturan yang secara eksplisit mengatur asas-asas penyelesaian perselisihan hubungan industrial di dalam batang tubuh UU PPHI.

2. Aspek Kelembagaan/Struktur Hukum
a. Perlu penguatan fungsi koordinasi antar mediator menurut wilayah kerjanya.
b. Perlu penguatan fungsi koordinasi antar komponen dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial dengan pengawas ketenagakerjaan.
c. Perlu adanya peningkatan baik dari sisi kuantitas (jumlah) dan kualitas mediator.
d. Optimalisasi pengawasan agar pelaksanaan sanksi administratif dapat berjalan lebih efektif.
e. Penambahan ketentuan pidana bagi pihak yang melakukan penundaan atau tidak melaksanakan putusan PHI.

3. Aspek Sarana dan Prasarana
Perlunya dilakukan peninjauan kembali terhadap pengaturan pembentukan PHI pada kabupaten/kota dan daerah padat industri.

4. Aspek Pendanaan
a. Perlu dilakukannya peninjauan kembali mengenai alokasi anggaran pergantian biaya saksi atau saksi ahli.
b. Perlu adanya sosialisasi terkait pengenaan biaya berperkara di PHI.

5.Aspek Budaya Hukum
a. Perlunya melibatkan saksi ahli dalam proses penyelesaian PHI.
b. Peningkatan kualitas penegak hukum dan kualitas serikat pekerja/serikat buruh sebagai kuasa hukum.
c. Perlu dilakukannya optimalisasi pemberian edukasi dan pembinaan khususnya ketaatan dalam pelaksanaan putusan PHI.