Keterangan DPR mengenai Pengujian UU Terhadap UUD 1945

Keterangan DPR Perkara No. 5/PUU-XVI/2018 / 17-01-2018

No. 15/2017 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018

Kerugian Konstitusional:
Akibat yang ditimbulkan dari ketentuan Pasal 15 ayat (3) huruf d UU No. 15 Tahun 2017 adalah pasal a quo berpotensi menjadi pintu masuk dan menjadi dasar pengulangan pemerintah pusat melakukan pemotongan/penundaan anggaran ke daerah analog dengan tidak diberikannya hak-hak masyarakat di daerah untuk mendapatkan anggaran yang adil dan selaras berdasarkan undang-undang, tidak mendapatkan kepastian hukum yang adil dan tidak dapat mepertahankan hidup dan kehidupannya karena hilangnya sumber pekerjaan dan pendapatan dari program pemerintah daerah.
(Vide perbaikan permohonan pemohon halaman 10 poin 25)

Legal Standing:
Terhadap dalil-dalil yang dikemukakan Para Pemohon a quo, DPR RI memberikan penjelasan sebagai berikut:

1) Bahwa DPR RI berpandangan kerugian yang didalilkan Para Pemohon berupa “gaji sebagai pegawai kontrak belum dapat dibayarkan oleh Pemerintah Daerah” dan “tidak dapat dibayarkan oleh Pemerintah Daerah kabupaten Kutai Timur dengan alasan belum menerima atau tidak memiliki cukup anggaran untuk membayar proyek-proyek Pemerintah Daerah yang telah dikerjakan pada tahun 2016 dan 2017” sama sekali tidak ada keterkaitan dengan berlakunya pasal a quo karena gaji pegawai kontrak dan pembayaran proyek Pemerintah Daerah yang dipermasalahkan dikerjakan pada tahun anggaran 2016 dan 2017 tentu dibiayai oleh anggaran dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Bahwa APBN tahun anggaran 2018 adalah anggaran untuk masa satu tahun Tahun Anggaran 2018 yaitu masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember 2018. Bahwa APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang. Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU Keuangan Negara) menyatakan “Tahun Anggaran meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember”.

2) Bahwa DPR RI berpandangan pasal a quo tidak berpotensi terjadinya hal negatif/hal yang merugikan dalam hal dilakukannya pemotongan/penundaan anggaran ke daerah, dalam arti pasal a quo tidak melanggar hak-hak masyarakat daerah untuk mendapatkan anggaran yang adil dan selaras, tidak pula melanggar hak untuk mempertahankan hidup dan kehidupan, serta pasal a quo telah memberikan kepastian hukum yang adil karena secara tegas dan jelas, ketentuan pasal a quo mengatur mengenai pelaksanaan pemotongan/penundaan transfer ke daerah hanya dapat dilakukan apabila daerah tidak memenuhi paling sedikit anggaran atau menunggak membayar iuran yang diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan.

3) Bahwa kerugian yang dialami oleh Para Pemohon adalah kerugian yang diakibatkan berlakunya Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2016 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016 (Perpres 66 Tahun 2016) dan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2017 Tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017 (Perpres 86 Tahun 2017) yang mengatur pemotongan dana yang akan ditransfer untuk Pemerintah Kabupaten Kutai Timur. Bahwa terhadap dalil Para Pemohon tersebut DPR RI berpandangan bahwa kerugian yang dialami Para Pemohon tersebut bukan akibat dari berlakunya Pasal a quo UU No. 15 Tahun 2017. Dengan demikian tidak ada hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian yang didalilkan oleh Para Pemohon tersebut dengan berlakunya pasal a quo UU No. 15 Tahun 2017.

Berdasarkan pada hal-hal yang telah disampaikan tersebut DPR RI berpandangan bahwa Para Pemohon secara keseluruhan tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 51 ayat (1) dan Penjelasan Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi, serta tidak memenuhi persyaratan kerugian konstitusional yang diputuskan dalam putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu. Bahwa uraian kerugian konstitusionalitas Para Pemohon dalam permohonan a quo bukan merupakan akibat atas berlakunya ketentuan yang dimohonkan untuk diuji. Dengan demikian, dalil-dalil permohonan dapat dikatakan tidak fokus, karena Kerugian Para Pemohon bukan disebabkan adanya pemberlakuan pasal a quo.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, terhadap kedudukan hukum (legal standing) Para Pemohon, DPR RI menyerahkan sepenuhnya kepada Ketua/Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia untuk mempertimbangkan dan menilai apakah Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi dan Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan perkara Nomor 011/PUU-V/2007 mengenai parameter kerugian konstitusional.

Pokok Perkara:
1) Bahwa APBN Tahun Anggaran 2018 disusun dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2018, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2018 sebagaimana telah dibahas dan disepakati bersama, baik dalam Pembicaraan Pendahuluan maupun Pembicaraan Tingkat I Pembahasan APBN Tahun Anggaran 2018 antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Selain itu, APBN Tahun Anggaran 2018 juga mempertimbangkan kondisi ekonomi, sosial, dan perkembangan internasional dan domestik dalam beberapa bulan terakhir, serta berbagai langkah antisipatif yang telah ditempuh dalam tahun 2017, maupun rencana kebijakan yang akan dilaksanakan di tahun 2018.

2) Bahwa dibentuknya UU No. 15 Tahun 2017 merupakan pelaksanaan amanat Pasal 23 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang mengamanatkan perlunya membentuk Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara yang dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, serta disusun dengan tujuan untuk mendukung terwujudnya perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

3) Bahwa dalam proses penyusun APBN, postur APBN dibentuk berdasarkan asumsi dasar ekonomi makro (ADEM) yang mempertimbangkan faktor risiko ekonomi regional dan global dalam pelaksanaan APBN di tahun berjalan. Dalam hal risiko ekonomi regional dan global berdampak signifikan terhadap ADEM yang mendasari penyusunan APBN dan dikhawatirkan dapat mengancam stabilitas ekonomi nasional, maka perlu dilakukan penyesuaian APBN untuk memastikan bahwa prioritas pembangunan nasional dapat terus berjalan untuk mencapai tujuan kesejahteraan masyarakat.

4) Bahwa kebijakan dalam APBN yang diambil perlu memperhatikan Kapasitas Fiskal yaitu adalah kemampuan keuangan negara yang dihimpun dari pendapatan negara untuk mendanai anggaran belanja. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam UU Keuangan Negara, Pasal 12 ayat (1) yang berbunyi: “APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara”.

5) Bahwa ketentuan pasal a quo sudah sesuai dengan prinsip negara hukum karena UU a quo merupakan hasil amanat konstitusi, yaitu Pasal 23 ayat (1) UUD Tahun 1945 dan pasal a quo telah sesuai dengan asas legalitas yang mengatur ketentuan penundaan dan/atau pemotongan transfer dalam UU a quo. Bahwa Pasal a quo memberikan kepastian hukum dan sama sekali tidak melanggar hak setiap orang untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya yang diatur dalam Pasal 28A UUD Tahun 1945, karena hak tersebut adalah hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, keberadaan hak ini tidak dapat ditawar lagi (non derogable rights) (Menelaah Hak untuk Hidup sebagai Hak Asasi Manusia: Eva Achjani Zulfa: hlm. 13), sehingga pasal a quo tidak mungkin melanggar hak tersebut. Hal itu terlihat dari substansi dalam ketentuan pasal a quo yang secara jelas tidak mengatur mengenai penundaan dan/atau pemotongan transfer ke daerah yang berakibat hilangnya hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupan warga negara, pasal a quo hanya mengatur kewenangan pemerintah pusat dalam melakukan tindakan penundaan dan/atau pemotongan transfer ke daerah apabila daerah tersebut tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan ketentuan UU a quo.

6) Bahwa transfer ke daerah dan Dana Desa merupakan bagian dari Belanja Negara sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 8 UU No. 15 Tahun 2017. Oleh karena itu, setiap penyesuaian Belanja Negara sebagai akibat dari perkiraan perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN, perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar program, dan/atau antar jenis belanja, dan/atau keadaan yang menyebabkan SAL (Saldo Anggaran Lebih) tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran tahun berjalan, juga akan menyebabkan perubahan terhadap besaran alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa.

7) Bahwa perlu dijelaskan mengenai kebijakan penundaan dan/atau pemotongan dana transfer ke daerah telah dilakukan dalam pelaksanaan APBN 2016-2017 dengan berbagai instrumen hukum, sebagai berikut:

a) Penundaan dana transfer ke daerah

1. Langkah-langkah Pengendalian Transfer ke Daerah
Instruksi Presiden Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Langkah-Langkah Pengendalian Transfer Ke Daerah Dan Dana Desa Dalam Rangka Pengamanan Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Perubahan Tahun Anggaran 2016. Dalam rangka pengamanan pelaksanaan APBN Perubahan tahun 2016, berdasarkan PMK No. 125/PMK.07/2016, Kabupaten Kutai Timur termasuk ke dalam 169 daerah yang mengalami penundaan penyaluran DAU untuk bulan September – Desember 2016, dengan jumlah total sebesar Rp79.456.917.096. Namun Kementerian Keuangan, dhi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu, telah melakukan penyaluran kembali sebagian DAU Kabupaten Kutai Timur, berdasarkan surat nomor S-145/PK/2017, dengan perincian :
- DAU bulan November 2016 telah disalurkan secara penuh pada 31 Oktober 2016
- DAU bulan Desember 2016 telah disalurkan secara penuh pada 30 November 2016
- DAU bulan September dan Oktober 2016 yang sebelumnya telah ditunda penyalurannya sebesar Rp9,7 triliun, telah dibayarkan dan disalurkan kembali pada Rekening Kas Umum Daerah pada 31 Desember 2016.

2. Daerah terkena sanksi administrasi
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 112/PMK.07/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 50/PMK.07/2017 Tentang Pengelolaan Transfer Ke Daerah Dan Dana Desa:
- Pasal 107 ayat (3)
Penundaan penyaluran Transfer ke Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dapat dilakukan dalam hal perlu dilakukan kebijakan pengendalian Transfer ke Daerah oleh Pemerintah, dan/atau pemerintah daerah tidak memenuhi ketentuan :
• penyampaian Peraturan Daerah mengenai APBD;
• penyampaian laporan realisasi APBD semester I;
• penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;
• penyampaian perkiraan belanja operasi dan belanja modal bulanan;
• penyampaian laporan posisi kas bulanan;
• penyampaian laporan realisasi anggaran bulanan ;
• penyampaian konfirmasi penerimaan melalui LKT dan LRT;
• penyampaian persyaratan penyaluran DBH CHT;
• penyampaian laporan pemanfaatan sementara dan penganggaran kembali sisa dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang sudah ditentukan penggunaannya;
• penyampaian rekapitulasi pemungutan dan penyetoran pajak penghasilan dan pajak lainnya;
• penyampaian data informasi keuangan daerah dan nonkeuangan daerah melalui Sistem Informasi Keuangan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan - undangan ;
• penyampaian surat komitmen pengalokasian Alokasi Dana Desa (ADD) ;
• penyampaian rencana defisit APBD;
• penyampaian laporan posisi kumulatif pinjaman daerah; dan/atau
• penyaluran Dana Desa
• penyampaian laporan belanja Infrastruktur Daerah; dan/atau
• pemberian sanksi administrative terhadap pemegang ijin usaha pertambangan atau ijin usaha pertambangan khusus yang tidak membayar pendapatan negara.

Pada tahun 2016, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 6/KM.7/2015 tentang Penundaan Penyaluran DBH atau DAU, Kabupaten Kutai Timur terkena sanksi penundaan DAU sebesar 10% dari alokasi DAU tahun 2016 atas keterlambatan penyampaian data belanja operasi dan belanja bulanan, laporan posisi kas bulanan, dan ringkasan realisasi APBD bulan Januari 2016.

b) Pemotongan dana transfer ke daerah

1. DAU dan/atau DBH
• Pemotongan akibat adanya perubahan Penerimaan Dalam Negeri Netto dalam APBN Perubahan.
Dasar hukum :
- UU Nomor 18 tahun 2016 tentang APBN 2017, Pasal 11 ayat 10 berbunyi : Pagu DAU Nasional dalam APBN tidak bersifat final atau dapat diubah sesuai perubahan PDN Neto dalam Perubahan APBN.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
 Pasal 5 ayat 3: Indikasi kebutuhan Dana Transfer ke Daerah untuk Dana Transfer Umum berupa DAU sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b, disusun dengan memperhatikan:
 Perkiraan celah fiskal per daerah secara nasional;
 Perkembangan DAU dalam 3 (tiga( tahun terakhir; dan
 Perkiraan penerimaan dalam negeri neto
• Daerah tidak mengalokasikan anggaran sesuai dengan peruntukkannya
- Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 112/PMK.07/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 50/PMK.07/2017 Tentang Pengelolaan Transfer Ke Daerah Dan Dana Desa,
- Pasal 107 ayat (1): Pemotongan penyaluran Transfer ke Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dapat dilakukan dalam hal terdapat :
 kelebihan pembayaran atau kelebihan penyaluran Transfer ke Daerah, termasuk DBH CHT yang tidak digunakan sesuai peruntukannya dan/atau tidak dianggarkan kembali pada tahun anggaran berikutnya;
 tunggakan pembayaran pinjaman daerah ;
 tidak dilaksanakannya hibah daerah induk kepada daerah otonomi baru; dan/atau
 daerah yang tidak menganggarkan Alokasi Dana Desa (ADD) .
 Daerah selaku pemberi kerja tidak dan/atau kurang membayar iuran jaminan kesehatan; dan/atau
 Kebijakan pengamanan penerimaan negara.
• Langkah pengamanan APBN
 Instruksi Presiden Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Langkah-Langkah Pengendalian Transfer Ke Daerah Dan Dana Desa Dalam Rangka Pengamanan Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Perubahan Tahun Anggaran 2016.
 Efisiensi belanja Kementerian/Lembaga dalam rangka mengamankan APBN Tahun 2016 sebesar Rp65 tiliun.
 Penundaan pencairan DAU untuk 169 daerah sebesar Rp68 triliun (termasuk Kabupaten Kutai Timur) untuk periode pencairan september – Desember 2016.

8) Bahwa pemerintah telah memperjuangkan hak-hak dasar rakyat melalui mekanisme pengelolaan APBN setiap tahunnya. Di bidang kesehatan sebagai contoh, meskipun Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan telah mengamanatkan besaran alokasi anggaran kesehatan yaitu minimal 5% (lima persen) dari APBN (pasal 171 ayat (1)), namun pemerintah baru dapat memenuhi ketentuan tersebut mulai tahun 2016. Hal ini dikarenakan terbatasnya kemampuan negara, disamping pemerintah perlu memprioritaskan sektor-sektor lain yang juga erat kaitannya dengan sektor kesehatan secara khusus, dan sektor lain yang juga bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum seperti penanggulangan kemiskinan, pendidikan, dan infrastruktur.

9) Bahwa demikian halnya dengan komitmen pemerintah untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi pedesaan, pendanaannya juga harus dilakukan secara bertahap. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah mengamanatkan bahwa salah satu sumber pendapatan desa berasal dari APBN. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari APBN juga diamanatkan dana desa yang bersumber dari APBN sebesar 10% (sepuluh persen) dari dana transfer ke daerah. Namun dalam pelaksanaannya tetap disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara.

10) Bahwa kebijakan dalam APBN mengenai proporsi Transfer dana ke Daerah dan Dana Desa tiap tahunnya meningkat dalam tahun 2016. Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2016, alokasi transfer daerah bahkan lebih besar dibandingkan dengan belanja kementerian/lembaga. Realisasi transfer ke daerah sebesar Rp710,3 triliun sementara belanja kementerian/lembaga sebesar Rp684,2 triliun.

11) Bahwa kebijakan penundaan dan/atau pemotongan dana transfer ke daerah yang telah diuraikan tersebut, merupakan pelaksanaan dari APBN Tahun Anggaran 2017 telah dilaksanakan dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Langkah-Langkah Pengendalian Transfer Ke Daerah Dan Dana Desa Dalam Rangka Pengamanan Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Perubahan Tahun Anggaran 2016 dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 112/PMK.07/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 50/PMK.07/2017 Tentang Pengelolaan Transfer Ke Daerah Dan Dana Desa. Kebijakan penundaan dan/atau pemotongan dana transfer ke daerah tersebut merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang APBN 2017, dimana Pagu DAU Nasional dalam APBN tidak bersifat final atau dapat diubah sesuai perubahan PDN Neto dalam Perubahan APBN. Dengan demikian kebijakan penundaan dan pemotongan transfer ke daerah dan dana desa bukan persoalan konstitusionalitas norma Pasal a quo UU No 15 Tahun 2017.

12) Bahwa pasal a quo sama sekali tidak melanggar hak setiap orang untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya, karena pasal a quo tidak mengatur ketentuan berkaitan dengan larangan atau tindakan yang berhubungan dengan hak kolektif tersebut, dapat dikatakan bahwa ketentuan dalam pasal a quo tidak dapat dibandingkan dengan ketentuan dalam Pasal 28C ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, karena diantara keduanya mengatur dua hal yang berbeda, sehingga pasal a quo tidak bertentangan dengan Pasal 28C ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.

13) Bahwa pasal a quo memberikan jaminan pada setiap orang untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, karena pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 tersebut hanya berkaitan dengan konteks penerapan prinsip dua process of law dalam negara hukum, sehingga tidak secara langsung berkaitan dengan pasal a quo yang mengatur penundaan dan/atau pemotongan transfer ke daerah.

14) Bahwa Pasal 15 ayat 3 dari UU No. 15 Tahun 2017 tentang APBN dalam uji materi pasal a quo pada dasarnya dibuat untuk mendorong pemerintah daerah untuk mematuhi perencanaan, penganggaran dan pertanggung jawaban APBN sebagaimana terdapat dalam Undang Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

15) Bahwa selanjutnya Pasal 15 ayat 3 dari UU No. 15 Tahun 2017 tentang APBN ini adalah bentuk komitmen dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menjalankan pengganggaran secara “good governance” atau sebagai usaha menjalankan Asas Asas Umum Pemerintahan yang Baik. Selain itu, pasal ini juga mendorong pelaksanaan “reward and punishment” bagi pemerintah daerah. Sehingga, tidaklah tepat asumsi bahwa aplikasi pasal 15 ayat 3 dari UU No. 15 Tahun 2017 tentang APBN adalah bertentangan dengan konstitusi; namun sebaliknya merupakan penyelenggaraan hak-hak yang dijamin oleh konstitusi.

16) Bahwa selain itu, konstitusi berupa Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 hal-hal yang bersifat “mandatory” atau wajib antara lain dalam Pasal 31 ayat 1 sampai dengan ayat 5; yang berbunyi “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”. Pasal lain di dalam konstitusi juga mengatur anggaran, kesehatan dan DAU.

17) Bahwa telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PMK/07/2017 tentang tata cara penyelesaian iuran pemerintahan daerah. Peraturan Menteri Keuangan Tentang Tata Cara Penyelesaian Tunggakan Iuran Jaminan Kesehatan Pemerintah Daerah melalui Pemotongan Dana Alokasi Umun dan/atau Dana Bagi Hasil.

18) Bahwa berdasarkan Risalah Rapat Panja Transfer ke Daerah Tanggal 05/10/2017. Menyatakan bahwa: Kepala daerah wajib manyampaikan laporan belanja infrastruktur yang bersifat umum paling lampat tanggal 31 Januari tahun bersangkutan dan menjadi syarat dari penyaluran DAU bulan Maret atau DBH triwulan 1 sebesar 5% dan kemudian kalau mereka tidak memenuhi persyarayan tadi dapat dilakukan sanksi berupa penundaan atau pemotongan dalam hal tidak memenuhi anggaran yang bersifat mandatory/wajib.

19) Bahwa berdasarkan pembahasan Panja draft RUU tanggal 18/10/2017 menyatakan bahwa: Dapat dilakukan penundaan dan/atau pemotongan dalam hal daerah tidak memenuhi paling sedikit anggaran yang diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan atau menunggak membayar iuran yang diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan.

20) Bahwa dengan demikian proses yang dilakukan berkaitan dengan Anggaran tahun 2017 sebagaimana termaktub dalam UU No. 15 Tahun 2017 tentang APBN adalah sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945.

5/PUU-XVI/2018

Pasal 15 ayat (3) huruf d UU No. 15 Tahun 2017

Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945
“Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum”.

Pasal 28A UUD NRI Tahun 1945
“Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup
dan kehidupannya”.

Pasal 28C ayat (2) UUD NRI Tahun 1945
“Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan
negaranya”.

Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum”.